Seputar Peristiwa Penaikan Bendera Merah Putih Pertama di Maluku 27 Desember 1949

 Seputar Peristiwa Penaikan Bendera Merah Putih Pertama di Maluku, Negeri Hitumessing, Jazirah Leihitu, 27 Desember 1949 - 2012

Dalam mempertahankan kemerdekaan, di Maluku rakyat bangkit menyusun kekuatan untuk menghadapi Belanda yang sudah menyusun pemerintahannya menduduki dan menjajah Maluku. Para tokoh masyarakat dan tokoh pemuda mengambil inisiatif untuk merebut kemerdekaan. Di Ambon mereka membentuk organisasi pejuang yang di pelopori oleh para pemimpin rakyat seperti, Dr. Sudibyo, E.U. Pupela, Paul Maitimu, Basuki, Wim Rewaru, dan Hamid Bin hamid. Kini mereka telah tiada namun kisah dan perjuangan mereka selalu dikenang sebagai pahlawan yang mati untuk hidup seribu tahun lagi.

Pada mulanya, Maluku kita kenal telah didatangi oleh para pejuang serta tokoh muda kemerdekaan Republik Indonesia yang datang dari jawa dan daerah lainya. Setidaknya, para pemyda tersebut kemudian menggabungkan diri dengan pemuda asal Maluku. Maka telah diambil satu tekad untuk mengimbangi situasi yang kontra perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia di Maluku.
Dengan tekad dan semangat juang yang tinggi, para pemuda kemudian menentukan sikap untuk membentuk Partai Indonesia Merdeka (PIM) sebagai motor penggerak perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia. Di Ambon dan sekitarnya juga telah terbentuk suatu partai yang kontra revolusi yang bernama Partai Timur Besar (PTB) di bawah pimpinan para pencinta kolonial yang kemudian menggunakan kesempatan membentuk Negara sendiri yang diberi nama Republik Maluku Selatan (RMS) yang di pimpin Mr. Soumokil.

Adanya pembentukan Negara boneka  RMS tersebut yang tidak disetujui sebagian besar rakyat Maluku, maka RMS mulai bekerja sama dengan kolonial belanda dan memanfaatkan tenaga - tenaga seperti Baret Merah, Baret Hijau, dan KNIL yang masih aktif di tarik untuk menjadi tentara Republik Maluku Selatan (RMS).

Melihat situasi dan kondisi yang sangat membahayakan ini, maka mulailah para pemuda Partai Indonesia Merdeka (PIM) yang berada di pesisir Jazirah Leihitu dan sekitarnya menyusun kekuatan di bawah pimpinan Wim Rewaru, E.U Pupella, Hamid Bin Hamid, J. Pelamonia, Ahmad Bahasoan, Abdul Wahab Latukau, Abdul Umar Maruapey, Yusuf Ambon dan lainnya.

Sedangkan para anggota pemuda PIM di Jazirah Leihitu saat itu seperti, Hi. Usman Oper, Abdurrahman Somoal (dari Negeri Liang), Hi. Hamid Umarella, Ishak Ohorella, Ismail Ohorella (dari Negeri Tulehu), Hi. Ibrahim  Pelu, Hi. Ahmad Slamat, Hi. Mahmud Slamat, Hi. Muhammad Slamat (dari Negeri Hitumessing), Abdul Gani Malawat, Karim Malawat, Husen Samanery (dari Negeri Mamala), Muhammad Manilet, Sulaiman Latukau (dari Negeri Morella), Umar Patta, Bakar Patta, Nurjab Patta (dari Negeri Wakal), Hi. Kabir Kapitanhitu, Hi. Majud Ollong, Ali Ollong (dari Negeri Hila), Hi. Umar Laitupa, Ismail Kiat, Daeng Coco Ibrahim (dari Negeri Ureng), Abu kalauw, Abdul Gani Elly, Ibrahim Elly, (dari Negeri Asilulu), Abubakar Sia, Saleh Elly, Umar Attamimi (dari Negeri Larike), Muhammad Tahir Kaliky, Omara Polpoke, Hasim Tanase (dari Negeri Wakasihu).

Mereka adalah anggota Partai Indonesia Merdeka (PIM) yang dengan tekad dan semangat patrotisme yang tinggi telah mengadakan rapat atau pertemuan dengan pengurus PIM yang ada di Ambon menjelang berakhirnya Konferensi Meja Bundar (KMB) di Negara Belanda antara Republik Indonesia dengan Kerajaan Belanda tentang pengakuan kedaulatan. Maka para pemuda yang tadinya berjuang di bawah tanah, mulai menampakan diri secara terbuka mempertahankan kemerdekaan. Mengingat KMB nantinya akan menghasilkan pengakuan kedaulatan oleh belanda kepada Indonesia, maka di instruksikan kepada para pejuang untuk menaikan Bendera Merah Putih sebagai suatu penghormatan terhadap peristiwa tersebut.

Rapat untuk menentukan penaikan Bendera Merah Putih dilaksanakan di Negeri Tulehu (Kecamatan Salahutu) dimana dalam pertemuan tersebut akan menentukan tempat atau lokasi mana Bendera Merah Putih akan dinaikan. Gerakan Pemuda Indonesia (GERPI) mengusulkan agar dinaikan saja di Negeri Tulehu namun, suasana dan kondisi saat itu tidak mengizinkan untuk bendera tersebut dinaikan di Tulehu. Sehingga atas tekad dan keberanian para pemuda PIM dari Negeri Hiitumessing yang di pimpin oleh Hi. Ibrahim Pelu (Mantan Raja Hitumessing) selaku ketua PIM Hitumessing saat itu, meminta dan mengusulkan agar Bendera Merah Putih segera dinaikan di Negeri Hitumessing.
Resiko dan tanggung jawab ketika itu cukup berat dan membahayakan tetapi Tuhan yang Maha Adil dan Bijaksana. Roda perjuanagn itu selalu berputar sekali ke atas sesudah itu kebawah, matahari begitu terik dan sekali akan berkurang teriknya sesudah berangsur - angsur condong ke barat. Itulah suatu perjuangan demi mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia.

Setelah sepakat di Negeri Hitumessing, Hi. Ibrahim Pelu tanpa memikirkan resiko menuju Ambon dengan berjalan kaki untuk membeli kain Merah Putih di salah satu tokoh di Ambon, bertujuan untuk menjahit Bendera Merah Putih yang akan dinaikan pada pengakuan kedaulatan tanggal 27 Desember 1949 di Negeri Hitumessing untuk seluruh rakyat Maluku.

Bendera merah putih di jahit tangan oleh pejuang wanita yakni Istri mantan Raja Negeri Hitumessing yang bernama Ny. Jainab Pelu. Bendera dengan ukuran 226 x 143 Cm tersebut, kini masih tersimpan baik dan rapi dalam sebuah “Peti kayu jati” di rumah Raja Hitumessing dan pada kedua ujung Bendera Merah Putih terdapat sedikit sobekan karena termakan usia.

Atas prakarsa dan pejuang VETERAN dan anak - anak VETERAN di Kecamatan Leihitu dan Salahutu, maka di bangun sebuah Monumen berbentuk Tugu di halaman rumah Raja (Kepala Desa) Hitumessing dengan tipe berbentuk angka 7 yang mengandung arti Sapta Marga dan di atas berdiri sebuah patung berbentuk manusia dengan gigih dan semangat juang yang tinggi membawa bendera Merah Putih yang mempunyai arti bahwa para pejuang VETERAN, anak dan cucunya dari generasi ke generasi tetap setia dan mempertahankan Kemerdekaan RI secara kensekuen dan murni. Di sisi lain, Negeri Hitumessing terpilih sebagai tempat pelaksanaan Upacara Penaikan Bendera Merah Putih Tanggal 27 Desember 1949, karena di Negeri Hitumessing mempunyai sejarah gemilang sejak dahulu di samping desa - desa lainnya di Jazirah Leihitu. (Fatah Jurnalis IAIN Ambon)

Komentar